Selasa, 27 Januari 2004

Sjamsul Nursalim Dianggap Kooperatif

[Tempo Interaktif] - Peluang Sjamsul Nursalim mendapatkan pengampunan dari pemerintah kian terbuka. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah memasukkan bos Gajah Tunggal yang berutang ke negara senilai Rp 28,4 triliun ini sebagai debitor kooperatif.

Dalam dokumen yang diperoleh Koran Tempo disebutkan, BPPN pun kini sudah mulai mengkaji pemenuhan kewajiban bekas pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) ini sesuai perjanjian Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) yang diteken pada 21 September 1998.

Kepala Divisi Komunikasi BPPN Rohan Hafas membenarkan status Sjamsul. Menurut dia, status itu diberikan karena Sjamsul dinilai sudah memenuhi isi perjanjian MSAA. "Dia sudah punya itikad baik untuk menyelesaikan seluruh kewajibannya," katanya saat dihubungi tadi malam.

Seperti diberitakan koran ini kemarin, Sjamsul dikabarkan bakal segera menerima surat keterangan lunas dari BPPN. Surat ini merupakan syarat utama untuk mendapatkan release and discharge alias pembebasan dari segala tuntutan hukum pemerintah.

Rencana ini disebut-sebut terkait dengan upaya menghidupkan kembali PT Dipasena Citra Darmaja, tambak udang milik Sjamsul yang telah diserahkan ke BPPN pada 1999 senilai Rp 20 triliun-dari total aset yang diserahkan Rp 27,4 triliun. Upaya rehabilitasi dipandang perlu agar saat pengampunan diberikan pemerintah, aset ini tidak menjadi sorotan publik.

Upaya rehabilitasi Dipasena melibatkan langsung Taufiq Kiemas, suami Presiden Megawati. Pada 7 Januari 2004, Taufiq datang langsung melihat kondisi Dipasena bersama wakil dari Bank Mandiri. PT Mandiri Sekuritas lalu mengucurkan dana Rp 50 miliar ke Dipasena. Bank Mandiri pun tengah menggodok permintaan pinjaman tambak udang itu senilai US$ 100 juta.

Menurut seorang pejabat BPPN yang enggan disebut namanya, selain memenuhi perjanjian MSAA, kekurangan setoran tunai Sjamsul tinggal Rp 50 miliar - dari total kewajiban Rp 1 triliun. "Kalau besok dia bayar, lusa sudah bisa dilanjutkan prosesnya (pemberian surat keterangan lunas)," ujarnya.

Rohan menjelaskan, jika hasil pengkajian atas pemenuhan kewajiban Sjamsul tidak ada masalah, BPPN akan mengusulkan agar Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) menyetujui pemberian surat keterangan lunas. "Setelah itu BPPN dan Sjamsul menandatangani clossing agreement yang diakhiri dengan pemberian surat keterangan lunas," ungkapnya.

Berdasarkan kajian tim bantuan hukum BPPN pada 2002, Sjamsul sesungguhnya pernah dikategorikan sebagai debitor tidak kooperatif. Berbeda dengan Anthony Salim, ia tidak serta-merta menyerahkan aset-asetnya ke BPPN setelah perjanjian MSAA diteken.

Sjamsul pun tidak langsung memenuhi setoran tunai Rp 1 triliun seperti yang disepakati. Bahkan ia kemudian memilih menetap di Singapura dengan alasan berobat dan tak pernah kembali ke Indonesia.

Atas dasar itu, berbagai kalangan menolak rencana pengampunan Sjamsul. Ekonom Indef Faisal Basri menyatakan, rencana ini tidak masuk akal. Alasannya, sikap Sjamsul selama ini tidak kooperatif dan tidak menunjukkan itikad baik untuk pulang ke Indonesia guna menyelesaikan segala kewajibannya. "Bagaimana keterangan lunas itu bisa diberikan selagi orangnya buron," kata Faisal. "Jika itu terjadi, bisa-bisa menjadi skandal nasional."

Penolakan juga datang dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Kwik Kian Gie. "Kalau hati nurani yang bicara memang tidak layak," katanya. "Tapi, sebagai menteri saya harus solider dengan kebijakan pemerintah," ujarnya sambil tertawa.

Ketika dimintai komentarnya soal dugaan keterlibatan Taufiq Kiemas, Kwik tidak mau berkomentar. Ia hanya menghelas napas. "Yah... itu sekarang tergantung Bank Mandiri, mau atau tidak [memenuhi permintaan Taufiq]."

Secara terpisah, Wakil Presiden Hamzah Has mengatakan, pemberian pengampunan kepada Sjamsul harus didasarkan pada ketentuan yang telah disepakati. "Kalau sudah memenuhi ketentuan, pasti keadilan akan diberikan kepada semua warga negara. Itu pegangan kita," katanya di Istana Wakil Presiden kemarin.