Sabtu, 08 Desember 2007

DPR Panggil Presiden Soal BLBI, Januari 2008

[Antara News] - Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI H Effendy Choirie mengemukakan, DPR akan memanggil Presiden pada bulan Januari mendatang, terkait persoalan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Jadi, interpelasi BLBI dan KLBI (Kredit Dana akan digulirkan mulai Januari). Kami akan memanggil Presiden, apakah Presiden yang datang atau menteri, bagi kami yang terpenting ada penjelasan," katanya di Surabaya, Sabtu.

Di sela-sela menghadiri pengukuhan guru besar ilmu politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Kacung Marijan PhD, ia mengatakan, pengusutan korupsi dana BLBI itu penting, karena menyangkut uang negara senilai Rp600 triliun lebih.

"Kalau uang sebanyak itu dapat ditarik kembali, tentu akan dapat digunakan untuk pendidikan dan kesehatan gratis bagi masyarakat kecil. Karena itu, DPR akan mengupayakan kembalinya dana BLBI itu," katanya menegaskan.

Menurut dia, DPR tidak akan mengutamakan upaya hukum dalam kasus korupsi dana BLBI itu, tapi juga melakukan upaya politis melalui negosiasi, karena hal terpenting adalah mengembalikan uang negara yang cukup besar itu.

"Kalau upaya hukum mungkin waktunya akan lama dan menguntungkan segelintir orang, tapi kalau upaya politis akan cepat," katanya.

Oleh karena itu, DPR akan meminta Presiden melakukan negosiasi dengan para obligor nakal, agar mereka mengembalikan dana rakyat dengan jaminan tidak akan diproses secara hukum.

"Yang perlu diingat, interpelasi hanya untuk meminta penjelasan atas sikap pemerintah dalam penyelesaian BLBI dan minta keterangan tentang utang bunga obligasi di APBN," katanya menambahkan.

Kamis, 06 Desember 2007

Hari Ini Anthony Salim & Kwik Kembali Dipanggil Kejagung

[Okezone Dotcom] - Hari ini Kejaksaan Agung dijadwalkan akan memanggil salah satu obligor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Anthony Salim untuk dimintai keterangan . "Kita sudah layangkan surat pemanggilannya hari ini," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus M. Salim, kepada okezone, Kamis (6/12/2007).

Rencananya, Anthony Salim akan tiba digedung bundar pada pukul 09.30 WIB."Pemeriksaan akan dimulai pagi sampai selesai," tambah Salim. Sementara itu, mantan Menteri Koordinator Perekonomian di era pemerintahan Megawati, Kwik Kian Gie, kembali akan dimintai keterangannya terhadap aliran dana BLBI."Pak Kwik juga akan dimintai keterangan," terangnya.

Kwik akan dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai mantan Menko Ekuin, mantan Kepala Bappenas dan eks officio anggota Komite Kebijakan Sektor Keeuangan (KKSK). Dalam posisinya, Kwik akan dimintai keterangan seputar peran Dana Moneter Internasional (IMF) dalam pembuatan Letter of Intent pada saat itu, yang mengakibatkan penjualan dengan nilai rendah. [Kamis : 6 Des 2007]

Anthony Salim Penuhi Panggilan Kejagung Terkait BLBI

[Antara News] - Pengusaha Anthony Salim, Kamis pagi, memenuhi panggilan tim penyidik bagian Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk diperiksa dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), M. Salim, membenarkan kedatangan Anthony Salim. "Sekarang sedang diperiksa," kata M. Salim. M. Salim tidak bisa memastikan jam berapa pengusaha itu tiba. Namun demikian, dia memastikan konglomerat tersebut tiba sebelum pukul 8.00 WIB.

Berdasarkan informasi yang dihimpun ANTARA, Anthony Salim tiba sebelum pukul 07.00 WIB. Sejumlah wartawan yang menunggu sejak pukul 07.00 WIB tidak melihat kedatangan Anthony Salim, anak Sudono Salim .

Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menyelidiki dugaan penyimpangan penyerahan aset obligor atau pemegang saham pengendali (PSP) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam dua kasus pengucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Dalam kasus dugaan penyimpangan inilah diduga banyak sekali terjadi kerugian negara yang jumlahnya bahkan barangkali ratusan triliun rupiah ," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kemas Yahya Rahman di Jakarta (18/7), ketika masih menjabat Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Sesjampidsus).

Dua kasus tersebut adalah penyerahan aset obligor atau PSP atas kucuran BLBI pada 1997 dan 1998. Kemas merinci pada 1998 terjadi kucuran BLBI sebesar Rp35 triliun. Dalam rangka pelaksanaan Master Settlement for Acquisition Agreement (MSAA) pada September 1998, menurut Kemas, jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS) atas kucuran tersebut meningkat menjadi Rp52,7 triliun. "Sayangnya perhitungan itu tidak dilakukan oleh auditor independen," katanya.

Kemudian BPPN menindaklanjuti perhitungan itu dengan bantuan auditor independen dengan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu Rp52,6 triliun. Dengan begitu, kata Kemas, maka obligor diperkirakan akan dapat menyerahkan aset kepada negara.

Namun demikian, pada 2006 perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan aset yang diserahkan kepada negara hanya Rp19 triliun, lebih sedikit dari nilai awal kucuran BLBI dan JKPS. Kemudian kasus yang kedua terjadi setelah terjadi kucuran BLBI sebesar Rp37 triliun pada 1997. Berdasar audit BPK, dana BLBI membengkak menjadi Rp49,189 triliun, dengan JKPS sebesar Rp28,408 triliun setelah dikurangi aset bank penerima BLBI sebesar Rp18,850 triliun. Kemas mengatakan penyerahan aset senilai Rp28,408 triliun itu akan dibayar tunai Rp1 triliun dan penyerahan aset senilai Rp27,495 triliun.

Namun demikian, setelah dilakukan perhitungan oleh auditor dari Pricewaterhouse Cooper pada 2000, nilai aset hanya Rp1,441 triliun. Nilai aset itu mengalami kenaikan menjadi Rp1,819 triliun setelah dijual dan masih terdapat sisa aset sebesar Rp640 miliar. Dengan begitu, katanya, uang yang diterima BPPN hanya Rp3,459 triliun yang terdiri dari pembayaran tunai (Rp1 triliun), penjualan aset (Rp1,819 triliun), dan sisa aset (Rp640 miliar). [Kamis : 6 Des 2007]

Mahasiswa-Polisi Baku Hantam di Depan Kejagung

[Okezone Dotcom] - Aksi damai yang dilakukan Koalisi Muda Penegak Hukum Indonesia (Kompi) tiba-tiba menjadi ricuh. Kericuhan ini diawali adu mulut antara seorang demonstran dengan satu petugas kepolisian di gerbang utama Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (6/12/2007).

Akibat tidak ada yang mau mengalah, para pendemo yang sebagian besar adalah para mahasiswa, yang tujuannya meminta Kejagung memenjarakan Anthony Salim justru jadi ajang baku hantam. Bak-buk...bak-buk...

Usai melakukan aksi pukul-pukulan, aparat kepolisian yang unggul dalam jumlah orang, akhirnya bisa membuat barisan mahasiswa kocar-kacir. Apalagi, ada dua tembakan peringatan ke udara yang sempat diletuskan salah satu anggota kepolisian, membuat mahasiswa semakin takut dan lari tunggang langgang.

Tepat di depan Mal Blok M, sebagian besar mahasiswa digaruk aparat yang melakukan pengejaran. Tak pandang bulu, meski ada beberapa mahasiswi, polisi tetap menggiring mereka ke pos polisi terdekat.

Hingga berita ini diturunkan, beberapa mahasiswa masih menjalani pemeriksaan di pos polisi untuk dimintai keterangan mengenai aksi baku hantam tersebut. [Kamis : 6 Des 2007]

Selasa, 04 Desember 2007

Editorial : Masalah Utang BLBI

[Media Indonesia] -NEGERI ini bagaikan gudang masalah. Berbagai persoalan seperti dibiarkan dalam gudang, sehingga negeri ini menjadi timbunan masalah yang tidak jelas kapan akan selesai.

Salah satu masalah yang tiada kunjung tuntas adalah masalah bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Inilah dana yang digelontorkan Bank Indonesia untuk menyelamatkan kepercayaan kepada perbankan nasional. Pada masa krisis, nasabah bank serentak dan mendadak menarik uangnya beramai-ramai, sehingga bila Bank Indonesia tidak mengucurkan dana bantuan likuiditas, yang hancur adalah kepercayaan kepada perbankan nasional.

Total dana BLBI yang dikucurkan pada 1998 dan 1999 mencapai Rp158,9 triliun untuk 48 bank. Dari 48 bank itu, delapan obligor dimasukkan pada program penyelesaian segera karena mereka dinilai kooperatif.

Namun yang disebut kooperatif itu pun ternyata hingga sekarang tiada kunjung beres. Pemerintah pesimistis para obligor yang dinilai kooperatif itu bisa menyelesaikan kewajiban sesuai dengan target akhir tahun ini. Apa pasal?

Pokok persoalan sangat mendasar yaitu belum dicapainya kesepakatan besarnya utang. Persoalan lain adalah pemerintah sempat menginginkan para obligor itu dikenai status gagal bayar (default), sehingga harus membayar utang awal ditambah seluruh denda. Tetapi obligor menolaknya. Obligor berpendapat belum gagal bayar, dengan menunjukkan sejumlah bukti yang sesuai dengan prosedur dan korespondensi dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) serta tim pemberesan.

Selain itu, masih ada masalah lain yang tak kalah pelik. Yakni, ketidakjelasan status hukum, apakah utang BLBI merupakan kejahatan atau tidak. Sejumlah obligor bukan diantar ke Kejaksaan Agung, melainkan diterima di Istana Presiden.

Masalah lain menyangkut keputusan politik. Apa pun kesepakatan pemerintah dan obligor menyangkut perhitungan jumlah kewajiban atau rencana penghapusan bunga dan denda, tidak dapat dilaksanakan tanpa persetujuan DPR. Melaksanakannya tanpa restu DPR, hanya akan menjadikan pemerintah sasaran tembak parlemen.

Dengan seluruh lilitan masalah itu, akhirnya negara dirugikan setidaknya dalam dua hal. Pertama, jelas uang negara hingga kini belum dikembalikan. Padahal, adalah karena kelakuan para obligor itu bank babak belur. Mereka melanggar legal lending limit, memberikan kredit untuk grup sendiri.

Kedua, rusaknya kepastian hukum. Utang kepada negara tentu saja dapat dipandang sebagai perikatan perdata. Tetapi karena cedera janji, tak mau membayar bunga apalagi denda, bahkan melarikan diri, obligor yang seperti ini mestinya dijerat dengan hukum pidana. Bahkan, mesti dihukum berat karena melakukan kejahatan ekonomi.

Tanpa ketegasan, bahkan tanpa kepastian hukum, predikat obligor kooperatif hanya manis untuk didengar. Selebihnya, tidak ada kemajuan konkret, karena utang negara tetap saja tak kunjung dibayar.

Senin, 03 Desember 2007

Anthony Salim Bakal Diperiksa Kejakgung

[Antara News] - Pengusaha Anthony Salim akan diperiksa tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejakgung) pada Kamis, 6 Desember 2007, terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), M. Salim, di Jakarta, Senin, membenarkan bahwa obligor yang akan diperiksa adalah Anthony Salim.

M. Salim juga memastikan pemeriksaan Anthony Salim akan dilakukan pada Kamis 6 Desember 2007, bukan Rabu 5 Desember 2007 seperti informasi yang beredar sebelumnya. "Ya, Kamis bukan Rabu," kata M. Salim.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kemas Yahya Rahman, menyatakan bahwa tim penyidik Kejaksaan Agung akan memeriksa tiga obligor BLBI pada awal Desember 2007.

Kejakgung akan menyelidiki dugaan penyimpangan penyerahan aset obligor atau Pemegang Saham Pengendali (PSP) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam dua kasus pengucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). [Senin, 3 Des 2007]

Rabu, 21 November 2007

Kasus BLBI : Penyelidikan Terkendala Kertas Kerja BPPN

[Suara Karya] - Kejaksaan Agung atau Kejagung mengakui adanya kendala dalam penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI. Meski begitu, Kejagung optimistis pengusutan dua kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan rencana Peninjauan Kembali (PK) kasus Bank Bali dapat disegera diselesaikan.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya Rahman kepada Suara Karya, Selasa, menyatakan, kendala yang dihadapi tim penyelidik yang terdiri dari 35 jaksa itu terkait dengan belum ditemukannya kertas kerja mengenai aset-aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau BPPN.


Karena itu, kata Kemas, tim penyelidik BLBI meminta tambahan waktu dua bulan atau hingga akhir tahun untuk menuntaskan penyelidikan. "Tapi kalau kertas kerja BPPN itu tidak bisa kami dapatkan, maka penyidik tetap akan meneruskan perkara itu dengan data hasil perhitungan BPK. Hasil perhitungan kedua obligor sebelumnya dianggap tidak ada," kata Kemas.


Berdasarkan perhitungan BPK pada Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) akhir 2006, utang BLBI Salim Group mencapai Rp 52,7 triliun. Sementara penjualan aset Salim Group hanya Rp 19 triliun (33 persen) dari total utangnya. Namun, Anthony Salim menjadi salah seorang dari 21 konglomerat yang memperoleh Surat Keterangan Lunas (SKL). Sementara Sjamsul Nursalim (BDNI) menerima dana BLBI Rp 38 triliun dan hasil penjualan asetnya sekitar Rp 3 triliun.


BPPN dan Salim Group menandatangani Perjanjian Penyelesaian Akhir (PPA) PKPS pada 18 Februari 2004 di hadapan Notaris Martin Roestamy SH. Pada 11 Maret 2004, BPPN menerbitkan SKL untuk Salim Group dengan surat nomor SKL-017/PKPS-BPPN/0304. Hal itu terungkap dari hasil pemeriksaan BPK atas PKPS pada 30 November 2006.


Selasa kemarin, Wakil Ketua Komisi III Soeripto menemui Ketua BPK Anwar Nasution untuk membahas penanganan kasus megakorupsi BLBI yang masih tersendat."Kami ingin agar segala hasil audit investigasi BPK dapat ditangani calon pimpinan KPK yang akan di-fit and proper test ketika terpilih sebagai pimpinan KPK," ujar Soeripto usai bertemu Anwar di Gedung BPK.


Secara terpisah, kuasa hukum Sugar Group Hotman Paris Hutapea menyatakan, putusan dua pengadilan di Lampung sudah bisa menjadi dasar bagi Kejagung untuk memproses kasus penyelewengan BLBI. [21 November 2007]

Kamis, 15 November 2007

Demo Kasus BLBI : Kejagung Didesak Tetapkan Anthony Salim Sebagai Tersangka

[Gatra] - Puluhan demonstran Aliansi Rakyat Menggugat Skandal BLBI melempari pintu gerbang Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta, Kamis, dengan 35 telur busuk. Aksi itu sebagai protes tidak becusnya 35 jaksa yang dibentuk Jaksa Agung Hendarman Supandji mengusut kasus dua obligor dana Bantuan Likuiditas bank Indonesia (BLBI), yang hingga kini dinilai masih jalan di tempat.

Para demonstran yang dikoordinir Anis Fauzan itu juga mendesak Kejagung menaikkan status salah satu obligor yang diusut yakni Anthony Salim menjadi tersangka pasca-keluarnya putusan dua pengadilan di Lampung, yakni PN Kota Bumi dan PN Gunung Sugih, awal pekan ini.

Kedua pengadilan itu menyatakan Salim Group melanggar Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) sebagai penyelesaian BLBI dan pelanggaran Batas Maksimal Pemberian kredit (BMPK) dengan jaminan aset atas BLBI sebesar Rp52 triliun yang dikucurkan pemerintah kepada Bank BCA.

"Kami minta Kejagung menaikkan status Anthony Salim sebagai tersangka karena terbukti melanggar," ujar Anis. Ia mengatakan, putusan kedua pengadilan itu merupakan putusan awal yang memberi semangat bagi Kejagung menuntaskan dua kasus BLBI dengan membentuk 35 jaksa. Dua kasus itu yang melibatkan obligor Salim Group dan Syamsul Nur Salim.

Putusan itu, kata Fauzan, harus dijadikan sebagai terobosan baru maupun bukti permulaan yang cukup sehingga Anthony ditetapkan sebagai tersangka. "Keadilan hukum yang memenuhi asas kepentingan keseimbangan harus selalu menjadi pedoman bagi penegak hukum kita," ujarnya.

Artinya, keputusan PN Kota Bumi dan PN Gunung Sugih yang menyatakan Salim Group melanggar MSAA bukan hanya berhenti pada perkara perdata saja, tetapi harus dituntaskan tindak pidana korupsinya. Hal ini merujuk pada sejumlah fakta yang menyebutkan terjadinya perbuatan melawan hukum.

Dijelaskan, penuntasan kasus mega skandal BLBI yang memfokuskan pada dua obligor merupakan barometer keberhasilan gerakan anti korupsi yang dicanangkan Pemerintahan SBY-JK, sehingga gerakan yang memiliki roh pada penyelengaraan pemerintah yang bersih harus tetap menjadi spirit untuk menuntaskan kasus itu.

Dalam seruannya, para demonstran memberikan tiga desakan, pertama, 35 jaksa BLBI harus menindaklanjuti putusan dua pengadilan di Lampung. Dalam aksinya, selain melempar telur busuk, para demonstran juga melemparkan poster bergambar Anthony ke pintu gerbang yang ditutup petugas, termasuk spanduk bertuliskan "Salim terbukti melanggar MSAA, tangkap, adili, sekarang juga". [15 November 2007]

Senin, 24 September 2007

Obligor Diduga Sembunyikan Kasus BLBI

[Bisnis Dotcom] -Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN Dradjat Wibowo menduga ada upaya dari obligor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menyembunyikan kasus tersebut sehingga tidak diselesaikan tuntas.

"Gerakan menyembunyikan BLBI dahsyat karena konglomerat ini sangat kaya. Karena itu jaringan masyarakat menyuarakan penuntasan kasus ini harus lebih kuat," ujar anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN Dradjat Wibowo saat menerima Pokja 14 Ormas Islam Jihad BLBI di Gedung DPR Jakarta hari ini.

Dradjat didampingi anggota DPR dari F-PAN lainnya seperti Sabri Saiman dan Marwoto Mitrohardjono. Sejumlah aktivis Pokja Jihad BLBI dipimpin Asri Harahap. Dradjat mengatakan kasus ini bertahun-tahun tidak pernah selesai, padahal negara mengeluarkan uang Rp 60 triliun tiap tahun untuk membayar utang BLBI.

"Kita perlu sinergikan termasuk dengan para ustadz dan dai untuk memberikan pengertian ke masyarakat bahwa negara Indonesia tidak miskin tetapi banyak uang, namun uang itu digunakan untuk membayar utang BLBI," katanya. Dia menyambut baik usulan Pokja fraksi di DPR melakukan interpelasi terhadap kasus BLBI.

Sementara itu, Sabri Saiman menilai, perlu "people power" (kekuatan rakyat) untuk menuntaskan kasus BLBI karena hampir seluruh pihak tidak bisa diharapkan, baik pemerintah, aparat penegak hukum, bahkan media massa sekalipun.

"Media massa sudah dikuasai konglomerasi pengusaha yang lebih condong demi kepentingan mereka sendiri. Hanya satu jalan yakni "people power". Karena rakyat susah sebab pemerintah mengeluarkan dana triliunan rupiah hanya untuk BLBI," ujar Sabri.

Pada pertemuan itu dibahas juga soal penanganan kasus BLBI di Kejagung, soal adanya obligor yang menerima Surat Keterangan Lunas (SKL) melalui proses yang melanggar hukum. "Aset yang dijaminkan dan diserahkan ke negara ternyata tidak bisa menutup utang BLBI. Tetapi kenapa mendapat SKL?" ujar Dradjat.

Saat ini Kejagung sedang mengusut kasus BLBI terkait dua obligor besar. Namun karena kasus ini masih tahap penyelidikan, Kejagung belum dapat menyebutkan dua obligor tersebut. Berdasarkan data hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang dilansir Kejagung, dua obligor itu adalah Anthony Salim (Salim Group) dan Syamsul Nur Salim.

Salim Gorup (SG) juga salah satu penerima SKL. Berdasarkan hasil pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) oleh BPK, "Recovery rate" (nilai penjualan) dari aset Salim ternyata yang diserahkan ke BPPN hanya 36,77% atau hanya Rp19,389 triliun dari Rp52,72 triliun yang seharusnya dia bayar ke negara.

Anggota DPR dari F-PAN lainnya, Marwoto mengatakan pihaknya mendesak agar Kejagung meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan dengan menetapkan tersangka. Sementara itu, Asri mengatakan selain bertemu F-PAN, pihaknya berencana bertemu fraksi lainnya guna mendesak adanya interpelasi DPR terhadap pengusutan kasus BLBI. [24 September 2007]

Rabu, 01 Agustus 2007

Puluhan Mahasiswa Tuntut Kejakgung Usut Penyelewengan BLBI

[Antara News] - Puluhan mahasiswa yang tergabung Persatuan Mahasiswa Anti Korupsi (PERMAK) melakukan aksi unjuk rasa di depan halaman Kantor Kejaksanaan Agung (Kejakgung) Jakarta, Rabu, menuntut pengusutan tuntas atas penyelewenagn Bantuan Likuiditas BI (BLBI) khususnya oleh Salim Grup.

Koordinator Aksi PERMAK, Fajar menjawab pers, mengatakan, aksi unjuk rasa itu dimaksudkan mendorong Kejakgung agar berani mengusut tuntas kasus penyelewengan BLBI oleh Salim Grup yang mencapai puluhan triliun rupiah.

Dia mengatakan, dana BLBI yang diduga diselewengkan oleh Salim Grup diperkirakan mencapai Rp62 triliun, yakni BLBI diberikan kepada Lim Sie Long im dan Anthony Salim untuk BCA mencapai Rp52 triliun dan BLBI kepada Syamsul Nursalim untuk BDNI mencapai Rp10 triliun.

Menurut Fajar, Kejagung hingga saat ini masih belum berani untuk mengusut penyelewengan BLBI, padahal kasus BLBI dapat digolongkan korupsi kelas kakap yang telah menyengsarakan rakyat Indonesia.

Karena itu, PERMAK dalam aksi demo juga memberikan "tiga ekor ayam jantan jago" kepada staf Kejakgung agar jajaran Kejakgung lebih berani mengusus penyelewengan kasus BLBI oleh Salim Grup dengan makna simbol ayam jago yaitu "kejantanan".

Fajar beranji, pihaknya akan membawa massa yang lebih besar ke Kejaksaan Agung pada minggu depan, sampai Kejaksaan Agung bernai memeriksa dan mengusut tuntas para penyeleweng dana BLBI itu.

Aksi unuk rasa itu berjalan tertib yang ditandai dengan orasi dan membawa poster yang antara lain bertuliskan tuntutan agar Kejagung segera mengusut tuntas penyeleweng BLBI seperti "Wanted Lim Sie Long, Anthony Salim dan Syamsul Nursalim". [Rabu : 1 Agustus 2007]