[Kompas] - Kejaksaan Agung menghentikan penyelidikan dua kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah diselidiki selama tujuh bulan. Kedua kasus tersebut adalah terkait penyerahan aset oleh pemegang saham di Bank Central Asia (BCA) dan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI)."Baik BLBI I (BCA) dan BLBI II (BDNI),tidak diketemukan unsur dugaan perbuatan melawan hukum yang mengarah kepada tindak pidana korupsi karena semuanya telah dilaksanakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku," tegas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kemas Yahya Rahman dalam jumpa pers di Kejagung, Jumat (29/2).
Menurut Kemas,dari hasil penyelidikan yang dilakukan tim jaksa BLBI, pemegang saham pada dua Bank tersebut telah menyerahkan aset mereka guna melunasi seluruh hutang BLBI-nya. Dalam kasus Bank BCA, pemegang saham yakni Soedono Salim atau Liem Sie Liong dan anaknya yakni Anthony Salim,telah menyerahkan 108 aset perusahaan miliknya kepada BPPN. Hutang BCA sebesar Rp 52,7 triliun, kemudian dinyatakan lunas setelah Salim dan anaknya menandatangani master settlement of accusition asset (MSAA) pada tahun 2004.
Meskipun dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),aset yang diserahkan tersebut nilainya hanya Rp 19 triliun, Kejaksaan tetap tidak menemukan unsur korupsinya. "Dalam MSAA, diatur kalau terjadi kerugian maupun keuntungan dari penjualan aset, adalah resiko yang harus ditanggung pemerintah," tambah Kemas.
Sedangkan untuk kasus BLBI II yakni BDNI, pada tahun 1998 mendapat kucuran BLBI sebesar Rp 47,25 triliun. Namun setelah dihitung kembali, hutang BLBI yang belum dilunasi sebesar Rp 28,4 triliun. Untuk melunasi hutangnya, pemegang saham yakni Sjamsul Nursalim membayar kas sebesar Rp 1 triliun dan menyerahkan tiga aset perusahaan antara lain PT Dipasena dan PT Gajah Tunggal. Sjamsul Nursalim pun lantas menandatangani MSAA dan dinyatakan seluruh hutangnya lunas.
Dengan dihentikannya penyelidikan kedua kasus ini, Kejagung akan menyerahkan kembali dua kasus BLBI ini kepada Menteri Keuangan. "Kita serahkan semuanya ke Menkeu. Kalau Menkeu menyatakan perlu dilakukan secara perdata, nanti akan ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara," tambah Kemas.