Rabu, 12 Maret 2008
BLBI Nursalim Dianggap Selesai
Padahal, sejumlah anggota DPR saat rapat kerja dengan Hendarman beberapa waktu lalu meminta Kejagung membuka kembali penyelidikan BLBI Nursalim. Alasannya, suap Rp 6 miliar yang diterima Urip diduga kuat berkaitan dengan penghentian penyelidikan kasus Nursalim. Urip adalah koordinator jaksa BLBI Mursalim, sedangkan Arthalyta Suryani alias Ayin yang diduga memberi suap adalah kerabat Nursalim. Bahkan, transaksi itu berlangsung di rumah sang taipan terebut.
Kasus BLBI Nursalim itu memang ruwet. Berdasarkan audit BPK, total BLBI yang diterima Nursalim untuk menyuntik BDNI sebesar Rp 37,039 triliun. Setelah diambil BPPN, sisa kewajiban yang harus dibayar Nursalim menjadi Rp 28,4 triliun. Pemilik Gadjah Tunggal itu lantas menyerahkan sejumlah aset seperti tambak Dipasena dan penyerahan uang kontan Rp 1 triliun. Setelah dijual, aset yang diserahkan hanya laku Rp 3 triliun lebih.
Namun, di era pemerintahan Megawati, keluar SKL (surat keterangan lunas). Di zaman SBY ini diadakan penyelidikan apakah pelunasan itu bermasalah atau tidak. Tim yang dipimpin Urip Tri Gunawan menyatakan bahwa tak ada korupsi dalam pengembalian utang BLBI Nursalim.
Penyelidikan dua kasus BLBI (Nursalim dan Salim) yang dihentikan Kejagung tidak akan dibuka lagi. Meskipun, jaksa Urip disidik KPK, ujar Hendarman.
Dia lantas membeberkan bahwa penyelidikan yang dilakukan jaksa agung muda pengawasan berbeda dengan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tidak akan tumpang tindih karena kita menyelidiki dari sisi etika kejaksaan, katanya.
Hendarman juga meminta semua pihak menunggu hingga tuntas penyidikan oleh KPK. Nanti kita lihat apakah jual beli permata atau suap, itu di pengadilan yang saya tidak akan campur tangan, katanya.
Bagaimana usul agar BLBI diselidiki dengan delik pidana perbankan sesuai usul BPK? Menurut jaksa agung, hal itu tidak mungkin. Sebab, pemberian bantuan kredit tersebut dilakukan sebelum ada Undang-Undang No 25 Tahun 2000. Perbuatan yang terjadi sebelumnya dianulir dengan UU itu, katanya.
Senin, 10 Maret 2008
Artalyta Mengaku Tak Terkait Sjamsul Nursalim
Selain Artalyta, KPK juga kembali memeriksa Urip. Pemeriksaan terhadap Ketua Tim Jaksa Penyelidik Bantuan Likuiditas Bank Indonesia II ini berakhir pukul 21.00 WIB. Usai pemeriksaan Urip tetap bungkam ketika wartawan mencecarnya dengan pertanyaan. Kasus ini berawal ketika KPK menggerebek rumah Sjamsul Nursalim. Di tempat ini mereka menangkap Urip dan Artalyta berikut barang bukti uang sebesar Rp 6 miliar.(IAN/Tim Liputan 6 SCTV)
Jumat, 07 Maret 2008
Keluarga Artalyta Minta Hormati Azas Praduga Tak Bersalah
“Kami meminta masyarakat untuk menghormati praduga tak bersalah,” kata Rommy Surya Dharma, salah seorang anak Artalyta kepada detikcom, Jumat (7/3/2008).
Artalyta Suryani adalah 'sosialita' yang punya banyak relasi dengan politisi maupun pengusaha top. Karena itu, tak heran penangkapannya membuat banyak orang kaget.
Artalyta dikenal sebagai orang dekat Sjamsul Nursalim, obligor BLBI. Kedekatan ini bermula dari pernikahan Ayin atau Aying, panggilan akrab Artalyta, dengan Surya Dharma. Surya adalah bos Gajah Tunggal, salah satu perusahaan Sjamsul.
Aying juga merupakan tetangga dekat Sjamsul di Lampung. Saat Surya meninggal dunia beberapa tahun lalu, Aying tetap dekat dengan Sjamsul. Dia pernah diserahi tugas mengelola tambak udang Dipasena milik Sjamsul di Lampung.
Bila Aying ke Jakarta, dia sering menginap di rumah pribadi Sjamsul di Jl Hang Lekir, Kebayoran, Jakarta Selatan. Tapi kini Aying telah memiliki rumah sendiri di Jl Pakubuwono, tak jauh dari Jl Hang Lekir.
Di Lampung, Aying juga memiliki bisnis properti yang tengah berkibar yaitu PT Bukit Alam Surya. Dia juga disebut-sebut memiliki bisnis perhiasan permata.
(djo/djo)
Selasa, 04 Maret 2008
KPK Belum Temukan Kaitan Sjamsul Nursalim Dengan Arthalita
Antasari akan terus mengembangkan kasus sesuai alat bukti yang didapat KPK dan tidak akan berspekulasi tentang hubungan Sjamsul dan Arthalita terkait kasus dugaan suap tersebut. “Yang kelihatan adalah AS memberikan uang,” kata Antasari.
Sebelumnya, KPK menangkap Urip Tri Gunawan di salah satu rumah di Jakarta Selatan, Minggu (2/3) karena diduga menerima uang suap sebesar 660 ribu dolar AS atau lebih dari Rp6 miliar.
Urip ditangkap bersama Arthalita Suryani yang diduga sebagai pemberi uang. Mereka berstatus tersangka dan ditahan. Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan pemberian uang itu diduga adalah bentuk penyuapan terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung Jumat (29/2) mengumumkan menghentikan penyelidikan dua kasus BLBI yang melibatkan obligor Bank Central Asia (BCA) dan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Kejaksaan Agung tidak menemukan perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi dalam kedua kasus tersebut. Jaksa Urip sebelumnya menjabat Ketua Tim Penyelidik kasus BLBI dengan obligor BDNI, sebuah bank milik Sjamsul Nursalim
Senin, 03 Maret 2008
Pengacara Sjamsul Nursalim: Saya Tidak Tahu Menahu
"Saya nggak tahu kejadian itu, karena tidak ada info apapun kepada kami," tegas pengacara Sjamsul, Maqdir Ismail, saat dihubungi detikcom, Senin (3/3/2008).
Maqdir menilai kasus penangkapan jaksa Urip tidak jelas terkait hal apa. "Tidak jelas ditangkap dalam hubungan dengan kasus apa. Kita benar-benar tidak tahu menahu dengan kejadian itu, berhubungan dengan apa," tuturnya.
Dia juga tidak terlalu yakin penangkapan tersebut terkait suap BLBI. "Kalau dikaitkan dengan BLBI kok kayaknya sumir sekali. Apa iya seperti itu? Kasus BLBI kan sudah lama, sudah bertahun-tahun dan beberapa kali ganti pemerintahan," ujarnya.
Jaksa Urip ditangkap atas dugaan menerima suap dari Sjamsul yang kini hengkang ke Singapura, Minggu kemarin. Namun dalam pengakuannya, Urip mengatakan, uang tersebut terkait bisnis jual beli permata yang dilakoninya sejak setengah tahun lalu.
Pekan lalu, Kejaksaan Agung mengumumkan menutup dua kasus BLBI yang melibatkan konglomerat Anthony Salim dan Sjamsul Nursalim. Penutupan kasus dilakukan karena tidak ada bukti melawan hukum.
Sjamsul Nursalim merupakan pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang menjadi salah seorang obligor penerima Surat Keterangan Lunas (SKL) dari pemerintah, namun aset yang diserahkan ke BPPN tidak sesuai dengan kewajiban yang harus dibayarkan.
Utang BDNI milik Sjamsul sebesar Rp 42,7 triliun dibayarkan dengan asetnya senilai Rp 18 triliun. Sisanya Rp 28 triliun dibayar pemegang saham BDNI dengan 3 perusahaan dan uang senilai Rp 1 triliun.
Pada kenyataannya setelah dijual aset itu mengalami penurunan tajam. Aset Sjamsul dilepas dengan harga Rp 3,4 triliun. ( umi / nrl )
Jaksa Diperiksa KPK Adalah Anggota Tim Jaksa BLBI
Hal ini terungkap, sekira pukul 23.00 WIB setelah Urip yang mengenakan kemeja putih lusuh keluar gedung KPK untuk menyaksikan penggeledahan mobil yang dikendarainya saat ditangkap, Kijang Silver DK 1832 CS di depan Lobi KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Minggu (2/3/3008).
Saat keluar KPK, Kemeja urip yang berwarna putih tampak kotor dan lusuh di bagian belakang dan bagian depan. Tidak diketahui, apa yang menyebabkan lusuh dan kotornya kemeja Urip.
Setelah beberapa menit menyaksikan penyidik KPK menggeledah mobilnya, Urip langsung masuk kembali ke Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan kembali.
Sekedar diketahui, Jumat (28/2) Kejagung menghendikan penyelidikan kasus dugaan korupsi BLBI I dan II. Tim Jaksa BLBI sebanyak 35 orang, di antaranya UTG, yang dibentuk Juni 2007 pun dibubarkan.
Penghentian penyelidikan itu karena Kejagung menilai tidak ada tindakan melawan hukum dalam kedua kasus tersebut. Menurut Jampidsus Kemas Yahya Rahman, dalam kasus tersebut, penyerahan aset yang menerima dana BLBI sudah sesuai ketentuan yang berlaku.
LBH Desak KPK Ambil Alih Kasus BLBI
Hal ini perlu dilakukan menyusul tertangkap tangannya Ketua Tim Penyelidik BLBI, Jaksa Urip Tri Gunawan, oleh penyidik KPK yang diduga menerima suap sebesar 660 ribu US Dolar dari Syamsul Nursalim
"Ini menjadi legitimasi buat KPK untuk mengambil alih kasus itu. Dengan adanya suap ini berarti Kejagung telah menutup-nutupi korupsi ini. Jaksa Agung Hendarman harusnya malu dan meminta maaf kepada publik," ujar Hermawanto dari Lembaga Bantuan Hukum, Senin (3/2).
Tidak hanya meminta maaf, Hendarman juga diminta mengevaluasi kembali kasus BLBI termasuk kinerja penyelidiknya. "Yang juga penting adalah memberikan sanksi kepada jaksa yang ber
KPK Harus Ambil Alih dan Buka Lagi Kasus BLBI
Desakan tersebut dilontarkan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Gerakan Moral Ormas Islam Jihad Melawan Koruptor BLBI Abdul Asrie Harahap di Jakarta, Senin, terkait penangkapan Ketua Tim Pemeriksa BLBI II Jaksa UTG oleh KPK.
"Dengan ditangkapnya ketua tim pemeriksa kasus BLBI oleh KPK berarti keputusan penutupan kasus BLBI harus ditinjau ulang. Kasus BLBI harus dibuka kembali," katanya.
Namun, lanjut Asrie, secara moral Kejagung tidak lagi layak memeriksa kasus tersebut sehingga penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan KPK.
"Kejagung telah mengerahkan 35 jaksa terbaik di negeri ini tapi hasilnya hanya menutup kasus BLBI dan ujung-ujungnya ketua timnya ditangkap karena dugaan menerima suap dari obligor," katanya.
Lebih lanjut Asrie mengatakan, terkait penangkapan UTG, KPK juga harus memeriksa atasan UTG, termasuk Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Jaksa Agung Hendarman Supandji.
Ditanya tentang pernyataan Jampidsus bahwa penghentian kasus BLBI merupakan rekomendasi tim 35, bukan rekomendasi UTG, Asrie mengatakan, hal itu harus juga diselidiki.
"Dia (UTG) itu ketua tim. Di mana-mana ketua tim memegang peranan penting dari perencanaan hingga pelaksanaan, sehingga bukan mustahil dia berperan banyak dalam penyusunan rekomendasi tim 35," katanya.
Jaksa Kasus BLBI Ditangkap KPK
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, penerimaan uang ini diduga terkait dengan penghentian kasus BLBI oleh Kejaksaan Agung. Namun, UTG menolak tuduhan penyuapan itu. Ia menyatakan uang tersebut adalah hasil bisnis sampingannya berupa jual beli permata.
Setelah menangkap UTG, KPK tadi malam juga menggeledah rumah milik Syamsul Nursalim. Penyidik KPK berusaha mendapatkan barang bukti terkait indikasi penyuapan. Namun, di rumah mewah itu wartawan tidak diperkenankan masuk. Hingga kini belum ada penjelasan tentang hasil penggeledahan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Jumat pekan lalu Kejagung menghentikan penyelidikan kasus BLBI yang merugikan negara sampai Rp 600 triliun. Kejagung menilai, Syamsul Nursalim selaku pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia telah menyelesaikan kewajiban membayar utang kepada negara [baca: Kejaksaan Tak Temukan Indikasi Korupsi].(ADO/Fira Abdurachman dan Agus Prijatno)
Sabtu, 01 Maret 2008
Anthoni Salim dan Sjamsul Nursalim Lolos
"Kami tidak menemukan unsur perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman kepada wartawan di gedung Kejaksaan Agung kemarin.
Namun, menurut Kemas, penyelidikan ini tidak terkait dengan masalah pengucuran dan penggunaan BLBI. Hal itu dianggap sudah selesai. "Kami tidak menilai itu lagi," ujarnya.
Kedua obligor, Kemas menjelaskan, sudah melunasi semua utangnya. Anthoni, yang memiliki utang Rp 52,7 triliun, membayarnya lewat penyerahan 92,8 persen saham BCA kepada pemerintah. Sjamsul, yang berutang Rp 47 triliun, membayar kepada pemerintah dengan menyerahkan aset BDNI senilai Rp 18,85 triliun. Sisa utang dibayar tunai Rp 1 triliun berikut penyerahan aset Dipasena, Gajah Tunggal Tire, dan Gajah Tunggal Petroseal.
Masalahnya, nilai aset kedua obligor saat dijual susut. Kejaksaan Agung diminta menyelidiki hal ini, termasuk dugaan adanya praktek korupsi di situ. Penyelidikan yang dimulai dari 19 Juli 2007, kata Kemas, menyimpulkan tidak ditemukan kesalahan dalam penilaian aset oleh tim independen penaksir harga.
Sebagai contoh, kata Kemas, nilai tambak udang Dipasena pada 1999 sebesar Rp 19,6 triliun. Nilai ini merosot tajam menjadi Rp 400 miliar pada 2007. Penyebab merosotnya nilai aset, kata Kemas, "Lihat tenggat waktunya."
Pengacara Anthoni Salim, Todung Mulya Lubis, mendukung sikap kejaksaan. Menurut dia, kliennya telah melunasi utang kepada pemerintah. "Dia sudah mengantongi surat keterangan lunas (SKL)," ujarnya kepada Tempo kemarin. Anthoni, Todung mengklaim, adalah obligor yang paling kooperatif karena bersedia memenuhi panggilan kejaksaan dua kali, pada 6 dan 11 Desember 2007.
Pernyataan serupa disampaikan pengacara Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail, yang menilai penghentian penyelidikan itu wajar. "Karena memang tidak ada tindak pidananya," katanya kemarin. Menurut dia, persoalan utang kliennya sudah selesai sejak perjanjian penyelesaian utang ditandatangani pada 21 September 1998.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan akan mempelajari kembali kasus BLBI setelah kejaksaan menyerahkan berkas hasil penyelidikan atas dua obligor itu. "Akan kami lihat apakah SKL masih bisa dilihat lagi," ujar Sri di kantornya kemarin. Ada kemungkinan pihaknya akan menggunakan jalur perdata atau penagihan melalui Panitia Urusan Piutang Negara.
Selanjutnya kejaksaan, menurut Kemas, masih menyelidiki empat obligor yang dinilai tidak koperatif. Keempat obligor itu adalah Sjamsul Nursalim (Bank Dewa Rutji), Kaharudin Ongko (Bank Arya Panduartha), Kwan Benny Ahadi (Bank Orient), serta Andri Tedjadharma, Prasetya Utomo, dan Paul Banuara Silalahi (Bank Centris). Rini Kustiani | Agus Supriyanto | Maria Hasugian
Sumber: Koran Tempo - Sabtu, 01 Maret 2008
Pemerintah Dinilai Tak Serius Selesaikan Kasus BLBI
Namun bagi pengamat ekonomi Chatib Basri, keputusan Kejaksaan Agung itu tidak perlu diributkan lagi. Menurut Chatib, akan lebih baik jika pemerintah saat ini fokus untuk mengusut obligor yang selama ini tidak kooperatif. "Kalau kita meributkan mengenai ini, itu mundur sekali. Jadi yang mesti kita lakukan adalah kalau ada rekomendasi, saya tak tahu apakah dari BPK masih ada obligor yang tidak kooperatif, itu saja yang difokuskan," ucap Chatib.
Tak ada tindak pidana korupsi. Itulah kesimpulan tim penyelidik BLBI Kejaksaan Agung terhadap Anthony Salim dari Bank Central Asia (BCA) dan Syamsul Nursalim dari Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Selain itu, kedua pengusaha tersebut juga dinilai telah menyelesaikan kewajiban membayar utang kepada negara.
Keputusan inilah yang mendasari Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyelidikan kasus BLBI. Namun Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman menolak jika disebutkan pihaknya telah menghentikan kasus BLBI BCA dan BDNI. "Kejagung saat ini tidak menyelidiki kasus BLBI. Yang sedang diselidiki adalah kasus yang berkaitan dengan BLBI," tegas Kemas [baca: Jampidsus: Kejagung Tidak Menyelidiki BLBI].
Setelah membebaskan Anthony Salim dan Syamsul Nursalim, Kejaksaan Agung kini mengejar obligor yang tidak kooperatif. Antara lain Sjamsul Nursalim sebagai pemilik Bank Dewa Rutji, Kaharudin Ongko pemilik Bank Arya Panduartha, Kwan Benny Ahadi pemilik Bank Orient, dan Andri Tedjadarma, Prasetya Utomo, serta Paul Banuara Silalahi pemilik Bank Centris